Kota Cirebon Punya Tiga Zona Kawasan Kumuh

Kota Cirebon Punya Tiga Zona Kawasan Kumuh

CIREBON-Kota Cirebon memiliki tiga zona kawasan kumuh. Ketiganya memiliki permasalahan dan penanganan masing-masing. Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) merangkum kawasan-kawasan itu dalam SK Walikota dengan area 7 Kelurahan di 22 RW. Kepala DPRKP Ir Eddy Krisnowanto MM melalui Kepala Bidang Permukiman Khaerul Bahtiar menjelaskan, zona kumuh ada di pesisir pantai yang dimulai dari Kesenden hingga Pegambiran. Kemudian zona tengah atau heritage seperti kawasan Pekalangan dan Pulasaren. Sedangkan zona perbukitan di wilayah selatan. \"Pembagian zonasi itu sesuai dengan SK Walikota, kawasan permukiman kumuh area kerjanya 7 kelurahan dan 22 RW di Kota Cirebon,\" ujar Khaerul, kepada Radar. \"\"Khaerul melanjutkan, penataan di tiga zona ini memiliki penanganan yang berbeda. Misalnya saja zona pesisir lebih cenderung penataan sampah dan drainase. Berbeda dengan zonasi perbukitan yakni wilayah selatan yang fokus penataan di daerah minim infrastruktur. \"Yang paling krusial memang penataan kawasan kumuh itu persoalan sampah dan saluran air,\" tambahnya. Saat ini, kata dia, tengah dilakukan upaya-upaya menata zona pesisir tepatnya di empat kelurahan yakni Pulasaren, Pekalipan, Kasepuhan dan Lemahwungkuk. Penataan tersebut mendapat bantuan dana infrastruktur dari provinsi yang nanti pengerjaannya oleh BKM. Namun, saat ini baru dua kelurahan yakni Kasepuhan dan Lemahwungkuk yang mulai ditata. Dua kelurahan lainnya belum karena masih terkendala aturan dan kepemilikan aset PT KAI (Persero). Meski begitu, Khaerul mengaku tidak tinggal diam. Pihaknya terus berkoordinasi dengan PT KAI (Persero) dan dinas terkait untuk mencari titik temu. \"Kita terus koordinasi supaya ada win win solution, sesuai prosedur agar aman dan nyaman dari sisi aturan. Penanganan kawasan kumuh itu sesuai target pemerintah pusat harus tuntas pada 2019,\" terangnya. Selain penanganan kawasan kumuh, DPRKP juga memiliki tupoksi pencegahan kawasan kumuh. Khaerul menjelaskan, suatu wilayah dikatakan kumuh bila tidak memenuhi sejumlah indikator, yakni penataan ruang, kepadatan bangunan, drainase, persampahan dan rawan kebakaran. Termasuk tersedianya ruang terbuka publik. Untuk itu, penanganan kawasan kumuh sebetulnya tidak hanya tanggung jawab DPRKP saja melainkan semua pihak. \"Kesadaran masyarakat pun diperlukan,\" tandasnya. (mik)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: